A: Mas J setuju gak dengan pajak?
J: Gak setuju. Setuju dengan konsep zakat.
A: Jadi Mas J gak bayar pajak donk..!
J: Bayar tuh.
A: Lha kalo gak suka, kenapa masih bayar?
J: Karena aku warga negara Indonesia, ya aku ikuti hukum di sini, meski aku tak suka.
J: Gak setuju. Setuju dengan konsep zakat.
A: Jadi Mas J gak bayar pajak donk..!
J: Bayar tuh.
A: Lha kalo gak suka, kenapa masih bayar?
J: Karena aku warga negara Indonesia, ya aku ikuti hukum di sini, meski aku tak suka.
Bicara hal suka - gak suka,
setuju - gak setuju,
benar - salah,
gak ada habisnya.
setuju - gak setuju,
benar - salah,
gak ada habisnya.
"Benar menurut agama donk” >> Agama yang mana?
"Islam donk Mas J” >> Islam yang mana?
"Sesuai Qur'an dan Hadits” >> Aliran mana?
"Islam donk Mas J” >> Islam yang mana?
"Sesuai Qur'an dan Hadits” >> Aliran mana?
Sampai kiamat, perbedaan akan selalu ada. Karena 'kepala' yang menafsirkan berbeda-beda.
Meyakini dan memegang kebenaran adalah hal yang bagus, tapi arahkan ke dalam (diri dan golongan), bukan memaksakan ke luar. Jika di koarkan, akan timbul resistansi dan menanggung konsekuensi.
Meyakini dan memegang kebenaran adalah hal yang bagus, tapi arahkan ke dalam (diri dan golongan), bukan memaksakan ke luar. Jika di koarkan, akan timbul resistansi dan menanggung konsekuensi.
Maka dari itu jika ditanya, "Menurut Mas J, langkah bisnisku salah gak?”
Saya jawab, "Benar - salah adalah nisbi, tapi semua ada konsekuensi terhadap keputusan yang dipilih..”. Selain hukum agama dan hukum alam (sunatullah), ada juga ada hukum lain yang harus ditanggung, seperti hukum negara, perda, adat, norma dan pendapat mayoritas.
Saya jawab, "Benar - salah adalah nisbi, tapi semua ada konsekuensi terhadap keputusan yang dipilih..”. Selain hukum agama dan hukum alam (sunatullah), ada juga ada hukum lain yang harus ditanggung, seperti hukum negara, perda, adat, norma dan pendapat mayoritas.
Boleh berkata: "Surat ijin mengemudi gak ada di jaman Nabi. Jadi, saya gak perlu membuat SIM.”. Sah..! Asal mau menanggung resiko ditilang.
Sensor
Manusia yang tak mentaati hukum alam menjaga kesehatan, ya harus menanggung konsekuensinya, yaitu sakit. Mau tidak mau, tak ada pilihan.
Luar biasanya, Allah meletakkan 'sensor' di segenap tubuh kita untuk memberikan sinyal. Jika kurang tidur, maka mata akan terasa kantuk, badan pegal-pegal. Jika dilawan, ya siap-siap masuk angin. Jadilah orang pintar.. #iklan
Pergeseran Value
Kenapa yang dahulu tabu, sekarang biasa? Karena pergeseran value. Saya teringat, seorang kawan yang berkata kepada saya dimasa lalu, "Aku sekarang kalau penat, minum miras, yang 4% aja. Gak mabuk, tapi bisa melupakan masalahku”.
Saya menjawab, "Dulu kamu terkenal alim. Setetes alkohol aja gak pernah. Terus mulai coba-coba minum, naik ke 4%. Next, berapa persen?”.
Saya pun mengalami pergeseran value cukup drastis, saat pindah ke Batam. Lingkungan, kawan bergaul, sangat mempengaruhi value kita. "Aku kan seteroooong..!” >> DAN 1 (sabuk hitam) kalahnya dengan dan kawan-kawan.
Maka dari itu saya putuskan untuk hijrah dan sedang proses memperbaiki diri. Doakan yaa..
Manusia diberikan 'super sensor' yang kecil, tapi sangat peka dengan ketidak-beresan atas perilakunya, yaitu nurani atau suara hati. Sensor itulah sarana komunikasi kita dengan Sang Pencipta. Pembungkamnya bernama pembenaran.
Seringkali kita tahu kita salah, tapi nurani kita dibungkam dengan pembenaran, karena gengsi, ego dan ambisi. Lama kelamaan, hidayah pun hilang. Seperti pepatah: "Cermin yang berdebu, susah untuk mengaca”.
Saya meyakini bahwa apa yang menghindarkan saya dari bencana dan dosa, salah duanya adalah doa orang-orang yang menyayangi saya. Saya ingin selalu disayang. Saya terlalu pengecut untuk diserapahi. Makasih atas semua doa. *salim. Semoga kita selalu mendapatkan hidayah.
"Saya tak mengajarkan 'kebenaran', saya hanya mengajarkan kebaikan. Karena kebaikan itu universal”. ~ Habib Zaen
Salam,
#share_from
Jaya Setiabudi,
Founder Young Entrepreneur Academy dan yukbisnis.com